Iman Bertambah dan Berkurang
Iman bagi seorang hamba mempunyai kedudukan tinggi dan luhur. Dia adalah kewajiban yang paling wajib dan kepentingan yang paling penting. Setiap kebaikan dunia dan akhirat tergantung pada kebaikan dan keselamatan iman. Betapa banyak faidah melimpah, buah-buahan yang beraneka ragam, panen yang lezat dan makanan yang tak kunjung habis serta kebaikan yang terus mengalir karena keimanan. Dari sini kaum Muslimin berlomba-lomba untuk menjaga, memurnikan dan menyempurnakan imannya. Seorang Muslim yang diberi taufiq oleh Allah seharusnya menomorsatukan penjagaannya terhadap keimanan di atas segalanya dalam rangka mencontoh Salafus Shalih Radliyallahu ‘Anhum Ajma’in. Para Salaf selalu bersungguh-sungguh menjaga keimanan mereka, memeriksa amal mereka dan saling berwasiat di antara mereka. Atsar-atsar mereka yang demikian sangat banyak di antaranya:
1. | Atsar dari Umar bin Al Khaththab Radliyallahu ‘Anhu. Beliau berkata kepada para shahabatnya: “Marilah kemari, kita menambah keimanan.” |
2. | Atsar dari Abdullah bin Mas’ud Radliyallahu ‘Anhu. |
Beliau berkata: “Duduklah bersama kami, kita menambah keimanan.” Beliau juga biasa mengatakan dalam doanya: “Ya Allah, tambahlah iman, keyakinan dan kepahamanku.”
3. | Mu’adz bin Jabal Radliyallahu ‘Anhu berkata: “Duduklah bersama kami, kita beriman sejenak.” |
4. | Abdullah bin Rawahah Radliyallahu ‘Anhu pernah mengambil tangan sekelompok shahabatnya sambil berkata: “Marilah kemari menambah iman sejenak, marilah berdzikir kepada Allah dan menambah keimanan dengan taat kepada-Nya. Semoga Dia mengingat kita dengan membawa ampunan-Nya.” |
5. | Abu Darda’ Radliyallahu ‘Anhu berkata: “Termasuk dari kepahaman agama seorang hamba adalah dia mengetahui apakah imannya bertambah atau berkurang dan dia mengetahui bisikan-bisikan setan dari mana saja ia datang.” |
6. | Umair bin Hubaib Al Khithami Radliyallahu ‘Anhu berkata: “Iman itu bertambah dan berkurang.” |
Dia ditanya: “Apa yang menyebabkan bertambah dan berkurangnya?” Dia menjawab: “Apabila kita berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, memuji-Nya dan bertasbih kepada-Nya maka itulah bertambahnya iman. Dan apabila kita lalai, menyia-nyiakan dan melupakan-Nya maka itulah berkurangnya iman.”
7. | Alqamah bin Qais An Nakha’i Rahimahullah (salah seorang tokoh ulama tabi’in) berkata kepada para sahabatnya: “Marilah berjalan bersama kami menambah keimanan.” |
8. | Abdurrahman bin Amr Al Auza’i Rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah? |
Beliau menjawab: “Betul (bertambah) sampai seperti gunung.” Beliau ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak tersisa sedikit pun.”
9. | Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah dan berkurang beliau menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga berkata: “Iman itu ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan maka ia bertambah dan apabila engkau menyia-nyiakannya maka ia pun akan berkurang.” |
Atsar-atsar dan pernyataan mereka sangat banyak. Kalau kita memperhatikan sejarah hidup mereka dan membaca kabar tentang mereka kita akan mengetahui begitu besar perhatian mereka terhadap keimanan.
Telah diketahui dari mereka bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan menjalankan sebab yang membuat kuatnya iman. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui sebab-sebab yang menjadikan keimanan bertambah dan berkurang atau yang menguatkan dan melemahkan (membatalkannya), Al Alamah Abdul Rahman Ibnu Sa’di mengatakan:
Seorang Mukmin yang diberi taufiq oleh Allah, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal yaitu:
Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya dengan cara mengilmui dan mengamalkannya.
Kedua, berusaha untuk menolak atau membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian yang tampak maupun tersembunyi yang dapat menafikan (menghilangkan)nya dan membatalkannya atau mengikisnya. (At Taudlih wal Bayan Lisyajaratil Iman halaman 38)
Dari sini saya akan menukilkan beberapa keterangan para ulama tentang sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman. Di antara sebab bertambahnya adalah mempelajari ilmu yang bermanfaat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ibnu Rajab mendefinisikan ilmu sebagai berikut: “Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari dengan seksama isi Al Kitab dan As Sunnah serta makna-maknanya berdasarkan atsar shahabat dari tabi’in serta tabi’ut tabi’in di dalam memahami keduanya serta ucapan mereka dalam permasalahan halal, haram, kezuhudan, permasalahan hati, ilmu pengetahuan dan lain-lain.” (Fadlu Ilmis Salaf ‘alal Khalaf halaman 45)
Sebab yang paling besar dalam bertambahnya iman perhatikanlah nash-nash dari Al Quran dan Al Hadits berikut ini.
Allah berfirman:
“Allah menyaksikan bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga mengatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah yang berhak untuk disembah melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18)
Juga firman Allah:
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin mereka beriman dengan apa-apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran) dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan pahala yang besar.” (QS. An Nisa : 162)
Serta firman-Nya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir : 28)
Serta ayat lain yang semakna. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka Allah akan menfaqihkannya dalam perkara agama.” (HR. Bukhari 1/164, 6/217, 12/293 dan Muslim 3/1524)
Juga sabdanya:
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada pencari ilmu karena ridha dengan apa yang dia perbuat. Sesungguhnya seorang yang alim akan dimintakan ampunan baginya oleh semua yang ada di langit dan bumi sampai ikan hiu di dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas segala bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya maka berarti dia telah mengambil bagian yang banyak.”(HR. Imam Ahmad 5/196, Abu Daud 3/317, Tirmidzi 5/49, Ibnu Majah 1/81, Ad Darimi 1/98, Ibnu Hibban 1/152 dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahihul Jami’ 5/302)
Serta sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, para malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi sampai semut yang ada di lubangnya dan ikan hiu semua mengucapkan shalawat atas seorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi 5/50 dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shahih Tirmidzi 2/343)
Nash-nash di atas menerangkan kedudukan dan keagungan serta pentingnya ilmu dan akibat atau pengaruhnya di dunia dan di akhirat berupa ketundukan dan keterikatan pada syariat Allah serta merealisasikannya. Maka seorang alim yang mengenal Rabbnya, nabinya, perintah dan batasan-batasan hukum Allah dapat membedakan perkara-perkara yang dicintai dan diridlai Allah dengan perkara-perkara yang dibenci-Nya. Inilah ilmu yang bermanfaat.
Bertambahnya iman yang dihasilkan dari sisi ilmu terjadi dari beberapa segi di antaranya adalah keluarnya si penuntut ilmu untuk mencari ilmu, duduknya di majlis-majlis dzikir, berdiskusi dalam permasalahan ilmu, bertambahnya pengenalan mereka kepada Allah dan syariat-syariat-Nya, aplikasinya tentang apa yang dipelajari kemudian dia ajarkan yang dengan ini dia mendapatkan pahala dan sebagainya.